Lestari

Benarkah Jakarta Akan Hilang Dari Peta Sebelum Tahun 2050?
Benarkah Jakarta Akan Hilang Dari Peta Sebelum Tahun 2050?
Benarkah Kota Jakarta Akan Tenggalam Dan Bisa Saja Hilang Sebelum Tahun 2050, Hal Ini Mungkin Saja Terjadi Karena Kepadatan Penduduknya. Dan ibu kota yang tak pernah tidur, kini menghadapi ancaman nyata yang bisa menghapusnya dari peta dunia: tenggelam sebelum tahun 2050. Bukan skenario film fiksi ilmiah, tapi prediksi ilmiah yang telah di peringatkan oleh para ahli dan lembaga internasional, termasuk World Bank dan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change).
Menurut data Badan Informasi Geospasial (BIG), Jakarta mengalami penurunan tanah hingga 10 sentimeter per tahun di beberapa wilayah, terutama di bagian utara kota. Kondisi ini di perparah dengan naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global. Kombinasi dua faktor ini menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Wilayah-wilayah seperti Pluit, Muara Baru, Marunda, hingga Ancol menjadi zona merah. Di beberapa titik, tanahnya sudah lebih rendah dari permukaan laut dan hanya di lindungi oleh tanggul seadanya. Bila tanggul jebol atau curah hujan ekstrem melanda, banjir besar bisa melumpuhkan seluruh kawasan tersebut dalam hitungan jam Benarkah.
Pemerintah sebenarnya tak tinggal diam. Proyek raksasa National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau yang di kenal sebagai Giant Sea Wall Jakarta telah di luncurkan. Tujuannya membangun tanggul laut raksasa untuk menahan air laut dan melindungi kawasan pesisir. Namun proyek ini menuai berbagai tantangan, mulai dari pendanaan, dampak lingkungan, hingga keraguan efektivitasnya di masa depan.
Sementara itu, pengambilan air tanah oleh industri dan rumah tangga masih berlangsung tanpa kontrol ketat. Padahal, inilah penyebab utama penurunan tanah di Jakarta. Jika praktik ini tidak di hentikan, pembangunan infrastruktur sekuat apa pun tak akan cukup menahan bencana Benarkah.
Jakarta Merupakan Salah Satu Kota Terpadat Di Dunia
Jakarta Merupakan Salah Satu Kota Terpadat Di Dunia, dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 11 juta jiwa di wilayah administratifnya, dan sekitar 30 juta jiwa di wilayah Jabodetabek. Pertumbuhan penduduk yang masif ini beriringan dengan pembangunan gedung-gedung tinggi, apartemen mewah, pusat perbelanjaan raksasa, serta jalan layang dan infrastruktur berat lainnya. Namun, di balik kemegahan kota metropolitan ini, tersembunyi ancaman serius yang mengintai dari bawah tanah: penurunan muka tanah (land subsidence) yang dapat mempercepat tenggelamnya Jakarta.
Para ahli menegaskan bahwa kepadatan penduduk dan pembangunan vertikal turut memberi kontribusi terhadap penurunan tanah, meskipun bukan faktor utama. Beban dari bangunan-bangunan tinggi memang memberikan tekanan terhadap lapisan tanah lunak di bawahnya, terutama di wilayah pesisir Jakarta yang tersusun atas endapan aluvial dan sedimen lembek. Semakin berat bangunan yang berdiri di atas tanah yang tidak stabil, semakin tinggi pula risiko tanah mengalami kompaksi dan turun secara perlahan.
Namun, faktor yang jauh lebih dominan adalah pengambilan air tanah secara berlebihan oleh penduduk dan industri. Semakin padat populasi suatu kawasan, semakin tinggi pula kebutuhan air bersih. Karena sistem air perpipaan belum mencakup seluruh warga Jakarta, terutama di kawasan padat dan perumahan kelas menengah ke bawah, masyarakat terpaksa menggunakan sumur bor dan pompa air tanah untuk kebutuhan harian. Inilah penyebab utama tanah mengalami kekosongan di lapisan bawah, yang akhirnya membuat permukaan tanah turun. Di sisi lain, pembangunan gedung tinggi yang tidak di lengkapi sistem pengelolaan air yang berkelanjutan juga memperparah masalah. Kurangnya ruang terbuka hijau dan permukaan tanah terbuka membuat air hujan tidak bisa meresap ke dalam tanah, menyebabkan ketidakseimbangan siklus air bawah tanah.
Menghentikan Pengambilan Air Tanah Berlebih, Benarkah Bisa Memperlambat
Ancaman tenggelamnya Jakarta bukan lagi isu masa depan, tetapi kenyataan yang sudah mulai di rasakan hari ini. Dengan penurunan muka tanah yang mencapai 10 sentimeter per tahun di beberapa wilayah dan kenaikan permukaan laut yang terus berlanjut, Jakarta berada di titik kritis. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu mengambil langkah-langkah strategis dan terintegrasi secara serius. Berikut ini adalah beberapa langkah krusial yang harus di lakukan:
- Menghentikan Pengambilan Air Tanah Berlebih, Benarkah Bisa Memperlambat
Langkah paling mendesak adalah mengurangi dan mengontrol penggunaan air tanah, terutama oleh industri, perumahan mewah, dan gedung bertingkat. Pemerintah harus mempercepat pembangunan jaringan air bersih perpipaan yang menjangkau seluruh wilayah kota. Penguatan Peraturan Daerah (Perda) dan pemberian sanksi tegas terhadap pelanggaran eksploitasi air tanah sangat penting untuk di lakukan.
- Mempercepat Proyek Giant Sea Wall
Proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau tanggul laut raksasa merupakan salah satu harapan utama untuk melindungi wilayah pesisir Jakarta Utara dari terjangan air laut. Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama mempercepat pembangunan fase lanjutan proyek ini, sambil memastikan aspek lingkungan dan sosial masyarakat terdampak tetap di perhatikan. Sungai-sungai di Jakarta seperti Ciliwung, Pesanggrahan, dan Sunter perlu di normalisasi kembali agar daya tampungnya meningkat. Selain itu, perlu di lakukan penertiban bangunan liar di bantaran sungai untuk mengembalikan fungsi aliran air dan mencegah banjir saat musim hujan tiba. Ruang terbuka hijau (RTH) bukan hanya tempat rekreasi, tetapi juga area penting untuk menyerap air hujan ke dalam tanah. Pemerintah harus menambah area RTH, membangun sumur resapan, dan mewajibkan gedung-gedung baru memiliki sistem pengelolaan air hujan sendiri.
Mangrove Justru Memberikan Perlindungan Jangka Panjang
Di tengah ancaman tenggelam yang semakin nyata, tanaman mangrove muncul sebagai salah satu solusi alami. Yang memiliki peran strategis dan sangat penting dalam melindungi pesisir Jakarta. Meski sering kali terabaikan di bandingkan proyek-proyek besar seperti tanggul laut atau normalisasi sungai. Mangrove Justru Memberikan Perlindungan Jangka Panjang dengan pendekatan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
- Penahan Abrasi dan Gelombang Laut
Mangrove di kenal memiliki akar yang rapat dan kuat, yang berfungsi menahan gelombang laut dan mengurangi kekuatan arus sebelum mencapai daratan. Di wilayah pesisir Jakarta, khususnya di Jakarta Utara seperti Muara Angke dan Marunda, abrasi pantai menjadi masalah serius yang mempercepat kerusakan garis pantai. Hutan mangrove yang lebat dapat menyerap energi gelombang hingga 50–90%, sehingga membantu mencegah daratan terkikis air laut.
- Mengurangi Risiko Banjir Rob
Salah satu ancaman besar Jakarta adalah banjir rob atau banjir akibat air laut pasang. Mangrove mampu memperlambat laju air laut yang masuk ke daratan dan menampung air dalam sistem akar serta tanah sekitarnya. Ini membantu mengurangi genangan di daratan pesisir dan mencegah air laut langsung merendam pemukiman warga.
- Menstabilkan Tanah Pesisir
Mangrove juga membantu menstabilkan lapisan tanah di wilayah pesisir yang rentan terhadap penurunan dan longsor. Akar mangrove yang kompleks mampu menahan sedimen dan mencegah erosi, sehingga menjaga struktur tanah tetap utuh. Ini sangat penting bagi Jakarta yang sebagian wilayah pesisirnya sudah berada di bawah permukaan laut. Selain fungsi ekologis, keberadaan hutan mangrove juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar melalui budidaya kepiting, ikan, dan ekowisata Benarkah.