News

Mau Ikut Gaya Hidup Low Waste? Ini Langkah Mudah Mulainya!
Mau Ikut Gaya Hidup Low Waste? Ini Langkah Mudah Mulainya!
Mau Gabung Dengna Gaya Hidup Low Waste Atau Minim Limbah Semakin Digemari, Terutama Di Kalangan Generasi Muda Indonesia Yuk Kita Bahas Bersama. Tak sekadar tren, gaya hidup ini kini di anggap sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan langkah nyata menyelamatkan bumi.
Bagi banyak orang, memulai hidup low waste terdengar seperti pekerjaan besar dan melelahkan. Padahal, dengan sedikit kesadaran dan konsistensi, semua orang bisa mulai dari hal kecil. Berikut lima langkah sederhana yang bisa Anda lakukan untuk ikut serta dalam gerakan low waste.
- Bawa Barang Sendiri: Tumbler, Tas Kain, dan Kotak Makan
Langkah paling mudah dan efektif adalah membawa peralatan pribadi saat beraktivitas di luar rumah. Gantilah botol plastik dengan tumbler, kantong kresek dengan tas belanja kain (tote bag), serta gunakan kotak makan sendiri saat membeli makanan. Menurut survei dari Jakpat 2024, lebih dari 55% generasi muda di kota-kota besar Indonesia kini sudah terbiasa membawa barang-barang ini. Praktis, hemat, dan ramah lingkungan Mau.
- Pilah Sampah dari Rumah
Membiasakan diri memilah sampah organik dan anorganik dari rumah adalah langkah besar menuju low waste. Sampah organik bisa di komposkan, sedangkan sampah anorganik seperti plastik, kertas, atau logam bisa di kumpulkan untuk di daur ulang. Beberapa kota besar, seperti Surabaya dan Bandung, kini sudah memiliki bank sampah dan aplikasi penjemputan daur ulang. Ini memudahkan siapa saja berkontribusi dari rumah. Gaya hidup low waste juga berarti menjadi konsumen yang sadar. Pilih produk dengan kemasan minimal atau yang bisa di gunakan ulang. Misalnya, membeli sabun curah isi ulang atau memilih sayuran tanpa plastik di pasar tradisional Mau.
Low Waste Challenge Menjadi Tren Tersendiri
Gaya hidup low waste yang semakin populer di kalangan masyarakat, khususnya anak muda, ternyata mendapat beragam tanggapan dari warganet di berbagai platform media sosial. Dari yang memberikan dukungan penuh hingga yang menyampaikan tantangan dalam praktiknya, percakapan daring soal low waste lifestyle memperlihatkan antusiasme sekaligus keresahan publik terhadap isu lingkungan.
Di platform X (dulu Twitter), banyak warganet yang membagikan pengalamannya dalam memulai langkah sederhana menuju hidup minim limbah. Seorang pengguna dengan akun @greenyouth menulis, “Baru mulai bawa tumbler dan kotak makan sendiri ke kampus. Awalnya ribet, tapi ternyata hemat dan nggak nyampah. Proud of this small step!” Cuitan itu mendapat ribuan likes dan ratusan retweet, membuktikan bahwa aksi kecil bisa menginspirasi banyak orang.
Sementara itu, di TikTok, konten bertema Low Waste Challenge Menjadi Tren Tersendiri. Banyak kreator membuat video singkat tentang cara mengganti plastik sekali pakai dengan alternatif ramah lingkungan seperti beeswax wrap, sabun batang tanpa kemasan, atau penggunaan menstrual cup. Konten seperti ini seringkali mendapat komentar positif. Salah satu pengguna menulis, “Baru tahu ternyata bisa semudah ini hidup lebih ramah lingkungan. Makasih ilmunya, Kak!”
Namun, tidak semua tanggapan bersifat positif. Ada juga warganet yang menyuarakan tantangan yang mereka alami. Misalnya, di kolom komentar Instagram akun edukasi lingkungan, beberapa netizen mengeluhkan harga produk ramah lingkungan yang lebih mahal. “Pengin sih ikut low waste, tapi barangnya susah di cari dan kadang lebih mahal dari yang biasa,” tulis @susan_putri. Selain itu, beberapa pengguna media sosial menyoroti kurangnya fasilitas pendukung dari pemerintah. Banyak yang merasa infrastruktur seperti tempat daur ulang, bank sampah, atau refill station masih sangat terbatas.
Salah Satu Alasan Utama Akan Mau nya Peningkatann Trend Ini Adalah Kesadaran Akan Krisis Lingkungan
Dalam beberapa tahun terakhir, gaya hidup low waste atau minim limbah menjadi salah satu tren gaya hidup berkelanjutan yang paling menonjol di Indonesia. Tak hanya di anggap keren dan modern, pendekatan hidup yang lebih sadar lingkungan ini kini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab sosial, khususnya oleh generasi muda. Tapi mengapa tren ini begitu cepat tumbuh di Indonesia? Salah Satu Alasan Utama Akan Mau nya Peningkatann Trend Ini Adalah Kesadaran Akan Krisis Lingkungan. Isu sampah plastik, perubahan iklim, dan banjir akibat saluran tersumbat sampah menjadi sorotan nasional. Liputan media dan kampanye dari LSM lingkungan berhasil membuka mata publik bahwa krisis ini nyata dan membutuhkan tindakan langsung. Dalam konteks ini, gaya hidup low waste muncul sebagai solusi personal yang bisa di adopsi siapa saja, bahkan dari rumah.
Faktor kedua adalah pengaruh kuat media sosial dan peran para influencer. Banyak figur publik, selebgram, dan eco influencer di Indonesia yang secara aktif mempromosikan gaya hidup ramah lingkungan. Mereka membagikan tips praktis seperti menggunakan sedotan stainless, belanja di pasar tradisional tanpa plastik, hingga membuat kompos dari sampah dapur. Konten seperti ini terbukti menarik perhatian generasi Z dan milenial yang sangat akrab dengan media digital.
Selain itu, dukungan dari sektor swasta dan kebijakan pemerintah juga mempengaruhi pertumbuhan tren ini. Banyak pusat perbelanjaan, restoran, dan kafe yang mulai mendorong penggunaan wadah makanan pribadi atau memberi diskon bagi pembeli yang membawa tumbler sendiri. Di sisi lain, beberapa kota besar seperti Jakarta, Bali, dan Surabaya mulai menerapkan larangan kantong plastik sekali pakai, yang secara langsung memaksa masyarakat untuk beradaptasi.Tren ini juga selaras dengan nilai hidup baru yang lebih sadar dan hemat.
Masyarakat Kini Semakin Peka Terhadap Produk Dengan Kemasan Plastik Berlapis-Lapis Yang Sulit Didaur Ulang
Salah satu pilar penting dalam gaya hidup low waste adalah kebiasaan belanja secara bijak dan menghindari kemasan berlebih. Di tengah dominasi produk sekali pakai dan budaya konsumtif, langkah ini menjadi bentuk nyata perlawanan terhadap krisis sampah, terutama sampah plastik yang sulit terurai.
Belanja bijak bukan berarti berhenti berbelanja, melainkan memilih dengan lebih sadar dan bertanggung jawab. Ini di mulai dari pertanyaan sederhana: “Apakah saya benar-benar butuh barang ini?” atau “Apakah ada versi produk ini yang lebih ramah lingkungan?” Dengan berpikir kritis sebelum membeli, kita bisa menghindari pemborosan barang yang akhirnya hanya akan menjadi sampah.
Dalam konteks kemasan, Masyarakat Kini Semakin Peka Terhadap Produk Dengan Kemasan Plastik Berlapis-Lapis Yang Sulit Didaur Ulang. Contohnya, buah yang di bungkus plastik dan di letakkan di dalam kotak styrofoam, lalu di bungkus plastik lagi. Padahal, buah bisa di beli langsung tanpa kemasan. Begitu pula dengan produk kebutuhan rumah tangga, banyak yang kini memilih toko isi ulang (refill store) yang menyediakan sabun, sampo, atau deterjen tanpa kemasan sekali pakai.
Di pasar tradisional dan swalayan besar, praktik low waste juga bisa di terapkan dengan cara membawa tas belanja kain, wadah makanan, dan jaring buah sendiri. Langkah ini terbukti mengurangi konsumsi kantong plastik secara signifikan. Beberapa komunitas lingkungan bahkan mendorong kebiasaan berbelanja “telanjang” atau tanpa kemasan sama sekali, terutama untuk produk segar seperti sayur dan buah. Belanja bijak juga mencakup pemilihan produk lokal, musiman, dan tahan lama Mau.