Tanaman saat ini menyandang status “Terancam Punah” atau Endangered. Serta menandakan bahwa keberadaannya di alam liar berada dalam kondisi yang sangat rentan. Status ini mencerminkan populasi anggrek biru yang sangat terbatas. Dan hanya di temukan di habitat spesifik di Pulau Waigeo, Papua Barat Daya. Terlebih wilayah tumbuhnya sangat sempit, berada di hutan pegunungan dengan ketinggian sekitar 700 meter. Maka hal ini yang menjadikan spesies ini rentan terhadap perubahan lingkungan sekecil apa pun. Meskipun telah mendapat pengakuan sebagai spesies langka secara internasional melalui daftar IUCN Red List. Dan jenis tanaman ini hingga kini belum termasuk dalam daftar flora yang di lindungi oleh hukum nasional Indonesia. Ketiadaan perlindungan hukum ini membuatnya lebih mudah di eksploitasi secara ilegal. Terutama karena keindahan dan keunikannya yang menjadikannya buruan para kolektor tanaman hias langka.
Ancaman utama terhadap kelangsungan hidup anggrek biru meliputi deforestasi akibat pembukaan lahan. Kemudian juga akibat penambangan. Serta perburuan dan perdagangan ilegal. Selain itu, spesies ini memiliki tingkat reproduksi alami yang lambat dan membutuhkan kondisi mikroklimat serta interaksi biologis tertentu. Contohnya seperti jamur mikoriza, yang sulit di tiru di luar habitat aslinya. Tentu kesulitan tersebut dalam membudidayakan tanaman ini secara eks-situ menjadikan pelestarian habitat asli sebagai satu-satunya langkah pelindung yang paling efektif. Jika populasi terus menurun dan individu-individu anggrek biru tidak lagi mampu berkembang biak secara alami. Maka spesies ini berisiko mengalami kepunahan fungsional. Dalam konteks tersebut, status “terancam punah” bukan sekadar predikat. Akan tetapi peringatan serius bahwa tanpa perlindungan. Dan juga dnegan beberapa tindakan konservasi yang nyata. Tentu nantinya tamana satu ini nantinya akan bisa benar-benar lenyap dari alam Indonesia.
Raja Ampat Menanti Aksi: Selamatkan Dendrobium Azureumnya!
Selain itu masih membahas Raja Ampat Menanti Aksi: Selamatkan Dendrobium Azureumnya!. Dan fakta lain terkait prioritas mendesak ini adalah:
Sejarah Penemuan dan “Kebangkitan”
Tentu tanaman satu ini memiliki sejarah penemuan yang menarik dan penuh teka-teki. Serta yang menjadi salah satu alasan mengapa flora langka ini perlu mendapatkan perhatian. Dan juga dengan perlindungan serius. Spesies ini pertama kali di temukan pada tahun 1938 oleh seorang penjelajah. Serta dengan naturalis asal Inggris bernama Lucy Evelyn Cheesman di Pulau Waigeo, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Saat itu, ia menemukan anggrek ini tumbuh di ketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut. Serta menempel pada batang pohon di hutan pegunungan tropis yang lembab. Spesimen yang di kumpulkannya kemudian di simpan di herbarium Museum Sejarah Alam di London. Namun, setelah penemuan awal tersebut, ia seolah menghilang dari catatan ilmiah selama lebih dari tujuh dekade. Tidak ada laporan lanjutan mengenai keberadaan tanaman ini di alam liar. Sehingga di anggap sangat langka atau bahkan sudah punah.
Ketidakhadiran informasi baru membuat spesies ini nyaris terlupakan dalam dunia botani. Meskipun tetap di kenang oleh sebagian peneliti sebagai salah satu anggrek dengan warna biru alami yang sangat unik dan langka. Kebangkitan perhatian terhadap anggrek biru mulai terjadi kembali pada tahun 2013 dan 2016. Ketika beberapa peneliti dari Indonesia yang melakukan eksplorasi flora di Waigeo. Terlebihnya mulai menemukan spesies yang di duga kuat sebagai Dendrobium azureum. Namun, identifikasi tersebut belum di konfirmasi sepenuhnya. Titik balik terjadi pada tahun 2020. Dan saat tim peneliti berhasil menemukan dan mendokumentasikan anggrek biru langsung di habitat aslinya. Kemiudian yang memperkuat bukti bahwa spesies ini masih eksis di alam liar. Penemuan ulang ini bukan hanya menggembirakan, tetapi juga menyadarkan banyak pihak bahwa tanaman ini masih bisa di selamatkan. Ia menjadi simbol penting bagi kekayaannya.
Raja Ampat Menanti Aksi: Selamatkan Dendrobium Azureumnya Yang Kian Langka!
Selanjutnya juga masih ada fakta terkait Raja Ampat Menanti Aksi: Selamatkan Dendrobium Azureumnya Yang Kian Langka!. Dan fakta lainnya adalah:
Ancaman Habitat & Perdagangan Ilegal
Tentu tamanan satu ini sebagai flora langka dan endemik Pulau Waigeo. Serta yang menghadapi ancaman serius yang berasal dari kerusakan habitat alami. Kemudian juga praktik perdagangan ilegal yang terus berlangsung. Kedua faktor ini menjadi penyebab utama menurunnya populasi spesies ini di alam. Dan juga memperkuat urgensi akan perlindungan yang lebih ketat dan menyeluruh. Ancaman terhadap habitat anggrek biru terutama datang dari aktivitas deforestasi yang semakin meningkat. Terlebih dengan pembukaan lahan untuk kepentingan pertambangan. Kemudian pembangunan infrastruktur, dan aktivitas ekonomi lainnya. Contohnya seperti perkebunan atau pemukiman menjadi penyebab utama.
Berkat hilangnya kawasan hutan yang menjadi rumah alami anggrek ini. Karena anggrek biru hidup sebagai tanaman epifit yang menggantung di batang pohon-pohon besar di hutan pegunungan. Serta hilangnya kanopi hutan dan terganggunya mikroklimat lembab. Maka akan langsung berdampak terhadap kelangsungan hidupnya. Selain itu, perubahan arus air, polusi, dan gangguan suara dari aktivitas manusia turut merusak kestabilan ekosistem tempat anggrek ini tumbuh. Selain ancaman ekologis, anggrek biru juga menjadi incaran dalam perdagangan ilegal tanaman hias. Warna biru tua alaminya yang sangat langka menjadikannya sangat di minati oleh kolektor. Terlebih dengan pelaku pasar gelap tanaman eksotik. Baik di dalam maupun luar negeri. Karena masih belum termasuk dalam daftar flora yang di lindungi secara hukum nasional. Serta pengawasan terhadap peredarannya sangat lemah.
Jadi itu dia mengapa harus di prioritaskan karena cuma ada di Raja Ampat terkait Lestarikan Anggrek Biru.