Lestari

Hadiah Kemerdekaan? Mario Dandy Dan Shane Terima Remisi
Hadiah Kemerdekaan? Mario Dandy Dan Shane Terima Remisi
Hadiah Remisi Kepada Dua Terpidana Kasus Penganiayaan Terhadap David Ozora, Yakni Mario Dandy Dan Shane Memicu Sorotan Publik. Di momen peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, keduanya di pastikan mendapatkan pengurangan hukuman hingga enam bulan. Mario Dandy, yang di vonis 12 tahun penjara dan kini mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, memperoleh remisi umum tiga bulan di tambah remisi dasawarsa selama 90 hari. Dengan demikian, total pengurangan masa hukuman yang ia terima mencapai enam bulan. Kepala Lapas Sukamiskin, Fajar Nur Cahyo, membenarkan kabar tersebut dan menegaskan bahwa pemberian remisi sudah melalui prosedur sesuai aturan yang berlaku.
Sementara itu, Shane Lukas, terpidana lima tahun penjara yang menjalani masa hukumannya di Lapas Salemba, Jakarta, juga mendapat potongan serupa. Kepala Lapas Salemba, Mohamad Fadil, menjelaskan bahwa Shane di nilai memenuhi syarat administratif maupun substantif, seperti berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menjalani masa pidana lebih dari enam bulan. Dengan remisi tersebut, masa hukuman Shane di jadwalkan berakhir pada 15 Mei 2027 Hadiah.
Meski sah secara hukum, keputusan ini menuai respons beragam dari masyarakat. Sebagian menilai remisi merupakan hak narapidana yang di atur undang-undang, sehingga tidak seharusnya di pandang sebagai bentuk keringanan istimewa. Namun, tidak sedikit pula yang menganggap pemberian remisi kepada kedua pelaku kejahatan yang sempat mengguncang publik ini sebagai keputusan yang menyakitkan bagi korban dan keluarganya. Kasus penganiayaan brutal yang di lakukan Mario Dandy bersama Shane Lukas terhadap David Ozora pada 2023 memang meninggalkan trauma mendalam di masyarakat. Kondisi kesehatan David yang sempat kritis hingga kini menjadi pengingat betapa besar dampak peristiwa tersebut Hadiah.
Konflik Tersebut Kemudian Berujung Pada Aksi Penganiayaan
Kasus Mario Dandy Satriyo mencuat ke publik pada awal 2023 dan langsung menjadi sorotan nasional karena melibatkan tindak penganiayaan brutal terhadap seorang remaja bernama Cristalino David Ozora. Peristiwa tersebut tidak hanya mengungkap kekerasan fisik yang menyebabkan korban mengalami luka parah hingga koma, tetapi juga membuka tabir tentang gaya hidup hedonis, penyalahgunaan kekuasaan, hingga isu ketidakadilan sosial di Indonesia.
Kejadian bermula pada Februari 2023 ketika Mario Dandy, anak dari seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak, terlibat konflik pribadi dengan David Ozora. Konflik Tersebut Kemudian Berujung Pada Aksi Penganiayaan yang di lakukan Dandy bersama rekannya, Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan, serta pacar Dandy saat itu, AG. Aksi penganiayaan yang di lakukan di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, terekam dalam video dan tersebar luas di media sosial.
Video itu menunjukkan kekerasan yang begitu sadis, di mana David dipukul dan di tendang hingga mengalami luka berat pada bagian kepala. Akibat penganiayaan itu, David sempat koma selama berbulan-bulan dan hingga kini masih menjalani proses pemulihan dengan kondisi kesehatan yang belum sepenuhnya pulih.
Kasus ini langsung memicu kemarahan publik. Sosok Mario Dandy menjadi sorotan bukan hanya karena tindak kekerasannya, tetapi juga karena statusnya sebagai anak pejabat pajak yang kerap memamerkan gaya hidup mewah. Hal ini memperkuat stigma negatif tentang ketimpangan sosial dan penyalahgunaan fasilitas oleh anak pejabat. Publik menilai bahwa perilaku arogan Mario Dandy mencerminkan adanya krisis moral sekaligus lemahnya kontrol sosial dalam lingkungan tertentu. Dalam proses hukum, Mario Dandy akhirnya di jatuhi vonis 12 tahun penjara, sementara Shane Lukas mendapat hukuman 5 tahun penjara.
Banyak Komentar Menyebut Bahwa Remisi Seakan Memberi Hadiah Kepada Pelaku Kejahatan
Berita mengenai pemberian remisi enam bulan kepada Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas dalam rangka HUT ke-80 RI sontak menjadi topik panas di media sosial. Warganet ramai melontarkan pendapat mereka, mulai dari yang mengkritisi keras hingga yang mencoba melihat kebijakan ini secara rasional.
Sebagian besar warganet menilai keputusan ini melukai rasa keadilan, terutama bagi korban, David Ozora, yang hingga kini masih berjuang melawan dampak penganiayaan brutal yang di alaminya. Banyak Komentar Menyebut Bahwa Remisi Seakan Memberi Hadiah Kepada Pelaku Kejahatan, sementara korban dan keluarganya justru tidak pernah mendapat “remisi” dari penderitaan yang mereka tanggung. Sejumlah unggahan dengan nada sinis pun beredar, menyindir bahwa “kemerdekaan” kali ini justru di rayakan oleh pelaku, bukan korban.
Namun, di sisi lain, ada pula warganet yang mencoba bersikap lebih tenang dan melihat remisi sebagai hak setiap narapidana. Mereka menekankan bahwa pemberian remisi telah di atur oleh undang-undang dan berlaku untuk semua warga binaan yang memenuhi syarat. Menurut kelompok ini, kebijakan tersebut tidak bisa di artikan sebagai pembelaan terhadap pelaku, melainkan sebagai bentuk penghargaan negara atas upaya perbaikan perilaku selama menjalani masa pidana.
Meski begitu, argumen ini tetap menuai pro-kontra. Banyak yang menilai bahwa penerapan remisi sebaiknya mempertimbangkan sensitivitas kasus. Untuk perkara yang menimbulkan trauma mendalam di masyarakat, pemberian remisi di anggap tidak etis. Dan justru merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum. Tidak sedikit pula komentar yang menuntut adanya revisi aturan. Agar remisi bagi pelaku kejahatan berat atau yang mendapat perhatian luas bisa lebih selektif.
Remisi Yang Diberikan Kepada Mario Dandy Sudah Sesuai Prosedur
Pemberian remisi enam bulan kepada Mario Dandy Satriyo dalam momentum HUT ke-80 Republik Indonesia menuai beragam reaksi. Baik dari pihak lembaga pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM, maupun pemerhati hukum. Meski secara hukum langkah ini di anggap sah, publik menyoroti apakah kebijakan tersebut sudah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.
Kepala Lapas Sukamiskin, Fajar Nur Cahyo, menegaskan bahwa Remisi Yang Diberikan Kepada Mario Dandy Sudah Sesuai Prosedur. Menurutnya, setiap narapidana berhak mengajukan pengurangan masa hukuman apabila memenuhi persyaratan administratif dan substantif. “Mario Dandy berkelakuan baik, aktif dalam pembinaan, dan telah menjalani lebih dari enam bulan masa pidana. Remisi ini adalah hak yang di berikan negara kepada setiap warga binaan,” ujar Fajar.
Senada, pihak Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menegaskan bahwa pemberian remisi bukan bentuk keberpihakan. Melainkan penghargaan kepada narapidana yang menunjukkan itikad memperbaiki diri. Mereka menambahkan bahwa aturan remisi berlaku universal dan tidak bisa di kecualikan hanya karena kasus mendapat perhatian luas. “Hukum harus berjalan objektif. Remisi tidak menghapus hukuman, tetapi mengurangi masa pidana sesuai aturan,” kata salah satu pejabat Ditjen PAS.
Namun, pernyataan resmi ini tidak serta-merta menenangkan publik. Sejumlah pengamat hukum menilai bahwa meski legal secara aturan, pemberian remisi bagi pelaku kasus. Dengan dampak sosial besar seharusnya di pertimbangkan lebih bijak. Menurut mereka, hukum tidak hanya menyangkut aspek prosedural, tetapi juga harus memperhatikan sensitivitas masyarakat. “Korban masih berjuang dengan kondisi kesehatannya. Dalam konteks ini, pemberian remisi bisa di anggap tidak sensitif terhadap penderitaan korban,” ujar seorang akademisi hukum pidana. Selain itu, organisasi masyarakat sipil juga menyuarakan kritik. Mereka menilai negara seakan memberi “hadiah” kepada pelaku, sementara korban tidak mendapat perhatian yang sama Hadiah.
