
Lestari

Ambruknya Pesantren Al Khoziny: Murni Musibah Atau Kelalaian?
Ambruknya Pesantren Al Khoziny: Murni Musibah Atau Kelalaian?

Ambruknya Musala Di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, Pada Senin, 29 September 2025, Menjadi Tragedi Yang Mengejutkan Publik. Peristiwa ini terjadi saat ratusan santri tengah melaksanakan salat Ashar berjamaah. Bangunan yang sedang dalam proses pengecoran lantai empat tanpa izin resmi itu tidak mampu menahan beban tambahan, sehingga runtuh dari lantai atas hingga lantai dasar. Akibat kejadian ini, sebanyak 14 santri meninggal dunia, sementara 104 lainnya berhasil diselamatkan melalui upaya evakuasi intensif tim SAR.
Kejadian ini menimbulkan kesedihan mendalam, namun juga menjadi pengingat pentingnya keselamatan konstruksi di lingkungan pesantren. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dan tempat ibadah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bangunan yang digunakan aman bagi santri dan pengurus. Sayangnya, dalam kasus Al Khoziny, faktor prosedur yang tidak sesuai dan kurangnya pengawasan konstruksi diduga menjadi penyebab utama ambruknya bangunan.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, yang meninjau lokasi kejadian, menekankan perlunya regulasi yang lebih ketat terkait pembangunan pesantren. Ia mengimbau agar setiap proyek renovasi atau pembangunan gedung pesantren melalui prosedur resmi, termasuk perizinan dan pengawasan teknis, guna mencegah terulangnya tragedi serupa. Pemerintah daerah dan Kementerian Agama juga berkomitmen untuk melakukan audit menyeluruh terhadap konstruksi di pesantren-pesantren di seluruh Indonesia Ambruknya.
Selain aspek regulasi, edukasi mengenai risiko bangunan juga menjadi perhatian penting. Para pakar konstruksi menyarankan agar pengurus pesantren mendapatkan pelatihan tentang keamanan struktur dan beban bangunan. Hal ini bukan hanya untuk mencegah kecelakaan, tetapi juga membangun kesadaran tentang pentingnya keselamatan bagi ribuan santri yang menempati bangunan setiap hari. Peristiwa ini juga menekankan pentingnya budaya keselamatan di lingkungan pendidikan Ambruknya.
Banyak Netizen Menyampaikan Rasa Duka Dan Empati
Peristiwa ambruknya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, pada 29 September 2025, memicu beragam reaksi dari netizen di media sosial. Kejadian tragis ini, yang menewaskan 14 santri dan melukai lebih dari 100 lainnya, menyentuh hati banyak orang dan memunculkan diskusi hangat di dunia maya.
Banyak Netizen Menyampaikan Rasa Duka Dan Empati terhadap korban dan keluarga yang di tinggalkan. Melalui unggahan di Twitter, Instagram, dan Facebook, mereka mendoakan agar para korban di berikan tempat terbaik di sisi-Nya dan keluarga yang di tinggalkan di beri ketabahan. Beberapa akun juga membagikan foto-foto lokasi kejadian dan proses evakuasi, dengan harapan dapat mengedukasi masyarakat tentang pentingnya keselamatan bangunan.
Selain rasa duka, netizen juga menyoroti aspek teknis dari peristiwa ini. Berdasarkan laporan dari Suara.com, banyak yang mempertanyakan kualitas konstruksi bangunan yang ambruk. Beberapa netizen mengunggah foto perbandingan kondisi bangunan sebelum dan sesudah ambruk, menunjukkan bahwa tiang penyangga terlihat tidak kokoh dan seolah hanya di pasang seadanya. Hal ini memicu diskusi tentang pentingnya standar bangunan yang sesuai dan pengawasan yang ketat, terutama di lingkungan pesantren yang banyak di huni oleh anak-anak muda.
Tanggapan dari Warga Setempat
Warga sekitar lokasi kejadian juga memberikan keterangan terkait pembangunan musala tersebut. Menurut laporan InsertLive, seorang warga bernama Retno menyebutkan bahwa pengerjaan musala di lakukan oleh para santri dengan izin dari RT setempat. Namun, ia juga menyatakan bahwa tidak melihat tukang profesional yang terlibat dalam proyek tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kualitas pengerjaan dan pengawasan yang ada. Di tengah duka, banyak netizen berharap agar peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.
Peristiwa Ambruknya Musala Di Pondok Pesantren Al Khoziny Menyisakan Duka Mendalam Bagi Keluarga Korban
Peristiwa Ambruknya Musala Di Pondok Pesantren Al Khoziny Menyisakan Duka Mendalam Bagi Keluarga Korban. Hingga 4 Oktober 2025, tercatat 15 santri meninggal dunia, sementara 48 lainnya masih dalam pencarian. Keluarga korban, seperti yang dil aporkan oleh DetikJatim, menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan yang mendalam. Mereka menanti dengan cemas kabar dari tim SAR dan identifikasi jenazah. Di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, keluarga korban memadati area rumah sakit, berharap mendapatkan kepastian mengenai nasib santri mereka.
Keluarga korban juga menyuarakan protes terhadap lambannya proses evakuasi. Seperti yang di laporkan oleh Liputan6, puluhan keluarga berusaha memasuki area bangunan ambruk untuk membantu pencarian, namun langkah mereka terhenti di garis pembatas polisi. Mereka menilai kerja tim SAR gabungan lamban, padahal waktu sangat berharga untuk menyelamatkan korban yang masih terjebak.
Di tengah duka, keluarga korban berharap agar peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Mereka mendesak agar pihak berwenang melakukan investigasi menyeluruh terkait penyebab ambruknya bangunan dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Harapan mereka adalah agar pesantren-pesantren di Indonesia memenuhi standar keselamatan yang ketat demi melindungi para santri.
Tragedi ini menjadi pengingat pentingnya keselamatan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk di lingkungan pendidikan agama. Semoga keluarga korban di berikan ketabahan dan keadilan, serta peristiwa ini mendorong perubahan positif dalam sistem pendidikan pesantren di Indonesia. Penegakan regulasi, audit konstruksi berkala, serta edukasi teknis tentang keselamatan bangunan harus di terapkan secara konsisten. Dengan langkah-langkah ini, di harapkan tragedi serupa dapat di cegah, dan pesantren di Indonesia tetap menjadi lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi para santri.
Bupati Subandi, Menegaskan Bahwa Bangunan Yang Ambruk Tidak Memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB
Ambruknya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin, 29 September 2025. Memicu perhatian serius dari berbagai pihak berwajib. Peristiwa tragis yang menewaskan 14 santri dan melukai lebih dari 100 lainnya ini menjadi sorotan utama di tingkat lokal maupun nasional. Menimbulkan di skusi mengenai keselamatan bangunan dan regulasi konstruksi pesantren di Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, melalui Bupati Subandi, Menegaskan Bahwa Bangunan Yang Ambruk Tidak Memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). “Perizinan bukan sekadar formalitas, tetapi jaminan bahwa konstruksi memenuhi standar keamanan bagi penghuninya,” kata Subandi. Ia menambahkan bahwa Pemkab Sidoarjo akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua pondok pesantren di wilayahnya. Dan menggandeng ahli konstruksi untuk memastikan keselamatan bangunan di masa mendatang. Pernyataan ini menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk mencegah tragedi serupa.
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) turut meninjau lokasi kejadian. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban dan menekankan pentingnya pembelajaran dari musibah ini. “Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga. Kemenag akan memperkuat regulasi terkait pembangunan pesantren agar keselamatan santri selalu menjadi prioritas utama,” ujarnya. Kemenag juga menegaskan akan mengawal pembangunan pesantren agar semua proyek konstruksi memenuhi standar teknis dan keselamatan yang ketat.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Basarnas bekerja sama dengan TNI, Polri, serta relawan dalam proses evakuasi. Hingga 3 Oktober 2025, tercatat 10 korban meninggal dan 103 santri berhasil di selamatkan. Tim SAR menggunakan alat berat untuk membersihkan reruntuhan secara hati-hati, memastikan tidak ada korban yang tertinggal di bawah puing-puing bangunan. BNPB menekankan bahwa keselamatan dalam konstruksi bangunan, termasuk pesantren, harus menjadi perhatian serius agar bencana serupa tidak terjadi kembali Ambruknya.